KRISIS IDENTITAS NASIONAL
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakanh
Indonesia merupakan satu entitas
bangsa yang terdiri dari kesatuan budaya yang kompleks. Rentangan abad lamanya
keragaman suku dan tradisi tumbuh subur dan menjadi kekayaan tersendiri bagi
bangsa ini. Tak kurang dari 360 bahasa dan ratusan budaya memenuhi khazanah
budaya Indonesia. Hal ini merupakan satu bukti nyata bahwa bangsa ini mempunyai
daya kreasi dan nilai-nilai kehidupan yang tinggi. Menggali kembali catatan
historis negeri ini, saat semangat persatuan mulai muncul. Beberapa dekade
sebelum kemerdekaan, orang-orang mulai sadar akan pentingnya jiwa nasionalisme,
bukan hanya suku-isme belaka. Benih-benih persatuan pun mulai bermunculan,
organisasi-organisasi nasional mulai tumbuh. Sampai klimaksnya pada deklarasi
sumpah pemuda, 28 Oktober 1928. Semangat anak bangsa ini ditujukan untuk meraih
hak-hak hidup, kebebasan dari penindasan, hak untuk merdeka baik secara de
facto ataupun de joure. Perjuangan tetap berkobar dengan titik kulminasinya adalah
proklamasi kemerdekaan pada 17 agustus 1945.
Identitas nasional suatu negara dapat
berupa simbol-simbol seperti: Bendera, lagu kebangsaan, lambang negara, bahasa
dan lain-lain. Selain simbol-simbol suatu negara hal yang juga berlaku pada
kategori identitas nasional adalah keragaman etnis, budaya dan agama. Identitas
tersebut dapat membuat suatu negara dikenal oleh negara lain dan dapat menjadi
pembeda antara negara satu dengan negara yang lain. Namun disadari atau tidak,
pada masyarakat modern telah terjadi degradasi dalam identitas nasional suatu
bangsa. Dalam artian, karena efek dari globalisasi, secara disadari atau tidak,
identitas nasional telah terkikis oleh budaya luar yang sering bertentangan
dengan nilai-nilai yang dimiliki oleh suatu negara. Lebih parahnya lagi ketika
generasi muda sudah tidak dapat lagi membedakan antara budaya asli yang
dimiliki oleh bangsa mereka sendiri dengan budaya yang bukan berasal dari
bangsa mereka.
Kultur-kultur barat telah merasuki kita. Dan anehnya, ketika kultur tersebut mengambil alih posisi kultur ibu kita, kita malah merasa nyaman seolah segalanya berjalan baik. Makanan Barat yang kian menerobos pasaran kita secara tak langsung mengajari kita akan budaya tempat mereka berasal. Dari mulai cara makan, kecenderungan pada makanan asing, sampai pada tempat makan yang kesemuanya mengantar kita pada paradigma inferior dalam memandang makanan lokal. Begitu pula dengan hal-hal lain yang dikemas dengan begitu cantik oleh kaum kapitalis dalam satu paket gaya hidup (lifestyle) yang dengan lembutnya mengaburkan pandangan kita terhadap budaya sendiri dan sedikit-sedikit kita mulai melupakannya.
Kultur-kultur kebanggaan bangsa digerogoti sedemikian rupa sehingga eksistensinya menjadi bias dan terlupakan. Nasionalisme saja tidak cukup, karena yang kita butuhkan sekarang bukanlah pembelaan nasional, akan tetapi pembelaan budaya daerah agar kita dapat mengenal bangsa ini kembali.
Kultur-kultur barat telah merasuki kita. Dan anehnya, ketika kultur tersebut mengambil alih posisi kultur ibu kita, kita malah merasa nyaman seolah segalanya berjalan baik. Makanan Barat yang kian menerobos pasaran kita secara tak langsung mengajari kita akan budaya tempat mereka berasal. Dari mulai cara makan, kecenderungan pada makanan asing, sampai pada tempat makan yang kesemuanya mengantar kita pada paradigma inferior dalam memandang makanan lokal. Begitu pula dengan hal-hal lain yang dikemas dengan begitu cantik oleh kaum kapitalis dalam satu paket gaya hidup (lifestyle) yang dengan lembutnya mengaburkan pandangan kita terhadap budaya sendiri dan sedikit-sedikit kita mulai melupakannya.
Kultur-kultur kebanggaan bangsa digerogoti sedemikian rupa sehingga eksistensinya menjadi bias dan terlupakan. Nasionalisme saja tidak cukup, karena yang kita butuhkan sekarang bukanlah pembelaan nasional, akan tetapi pembelaan budaya daerah agar kita dapat mengenal bangsa ini kembali.
Permasalahan serius, Jika dilihat
dari beberapa krisis politik yang dihadapi oleh bangsa Indonesia seperti Krisis
legitimasi, penetrasi, distribusi dan partisipasi, nampaknya yang menjadi
permasalahan serius yang dihadapi oleh Indonesia adalah masalah krisis
identitas nasional. Paham yang berkembang di masyarakat Indonesia saat ini
adalah konsep modern yang berkeyakinan bahwa modern itu adalah jika bisa
bergaya hidup kebarat-baratan, mengubah pola hidup menjadi lebih konsumtif, dan
mulai meninggalkan budaya timur yang sudah dinilai kuno dan tidak modern.
Padahal kita tahu bahwa nilai-nilai budaya seperti itu akan mengancam keberlangsungan
hidup bangsa kita.
Oleh karena itu kita harus dapat
meningkatkan kewaspadaan kita, mulai dapat menyaring budaya-budaya luar yang
masuk ke negara kita. Perluasan cakrawala identitas politik warga negara
sangatlah perlu, sehingga ketika identitas nasional ini tumbuh dan berkembang
maka dapat mengatasi identitas sempit yang dapat mengarah pada primordialisme.
Dan yang lebih penting adalah mengajarkan ke generasi muda tentang kebudayaan
nasional sehingga budaya nasional tidak punah. Pancasila adalah satu-satunya
cara.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
MAKNA IDENTITAS NASIONAL
Identitas Nasional pada hakikatnya merupakan
"manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek
kehidupan suatu nation (bangsa) dengan ciri-ciri khas, dan dengan ciri-ciri
yang khas tadi suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam hldup dan
kehidupannya".(Wibisono Koento : 2005) Kata identitas berasal dari bahasa
Inggris identity yang memiliki pengertian harfiah ciri-ciri, tanda-tanda, atau jati
diri yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang membedakannya dengan yang
lain. Dalam terminologi antropologi, identitas adalah sifat khas yang
menerangkan dan sesuai dengan kesadaran diri pribadi sendiri, golongan sendiri,
kelompok sendiri, komunitas sendiri, atau negara sendiri. Mengacu pada
pengertian ini identitas tidak terbatas pada individu semata, tetapi berlaku
pula pada suatu kelompok. Adapun kata nasional merupakan identitas yang melekat
pada kelompok-kelompok yang lebih besar yang diikat oleh kesamaan-kesamaan,
baik fisik, seperti budaya, agama, dan bahasa, maupun nonfisik, seperti
keinginan, cita-cita, dan tujuan. Himpunan kelompok-kelompok inilah yang
disebut dengan istilah identitas bangsa atau identitas nasional yang pada
akhirnya melahirkan tindakan kelompok (colective action) yang diwujudkan dalam
bentuk organisasi atau pergerakan-pergerakan yang diberi atribut-atribut
nasional. Kata nasional sendiri tidak bisa dipisahkan dari
kemunculan konsep nasionalisme. Bila dilihat dalam konteks Indonesia maka
Identitas Nasional itu merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan
berkembang dalam berbagai aspek kehidupan dari ratusan suku yang
"dihimpun" dalam satu kesatuan Indonesia menjadi kebudayaan nasional
dengan acuan Pancasila dan roh "Bhinneka Tunggal Ika" sebagai dasar
dan arah pengembangannya.
Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa hakikat Identitas
Nasional kita sebagai bangsa di dalam hidup dan kehidupan berbangsa dan
bernegara adalah Pancasila yang aktualisasinya tercermin dalam penataan
kehidupan dalam arti luas. Misalnya, dalam aturan perundang-undangan atau
hukum, sistem pemerintahan yang diharapkan, serta dalam nilai-nilai etik dan
moral yang secara normatif diterapkan di dalam pergaulan, baik dalam tataran
nasional maupun internasional, dan sebagainya. Nilai-nilai budaya yang
tercermin di dalam Identitas Nasional tersebut bukanlah barang jadi yang sudah
selesai dalam kebekuan normatif dan dogmatis, melainkan sesuatu yang
"terbuka" yang cenderung terus-menerus bersemi karena hasrat menuju
kemajuan yang dimiliki oleh masyarakat pendukungnya. Konsekuensi dan
implikasinya adalah bahwa Identitas Nasional adalah sesuatu yang terbuka untuk
ditafsirkan dengan diberi makna baru agar tetap relevan dan fungsional dalam
kondisi aktual yang berkembang dalam masyarakat.
Unsur - Unsur Identitas Nasional
Identitas Nasional Indonesia merujuk pada suatu bangsa yang
majemuk. Ke-majemukan itu merupakan gabungan dari unsur-unsur pembentuk
identitas, yaitu suku bangsa, agama, kebudayaan, dan bahasa.
- Suku Bangsa: adalah golongan sosial yang khusus yang bersifat askriptif (ada sejak lahir), yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Di Indonesia terdapat banyak sekali suku bangsa atau kclompok etnis dengan tidak kurang 300 dialek bahasa.
- Agama: bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang agamis. Agama-agama yang tumbuh dan berkembang di Nusantara adalah agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Kong Hu Cu. Agama Kong Hu Cu pada masa Orde Baru tidak diakui sebagai agama resmi negara, tetapi sejak pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, istilah agama resmi negara dihapuskan.
- Kebudayaan: adalah pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang isinya adalah perangkat-perangkat atau model-model pengetahuan yang secara kolektif digunakan oleh pendukung-pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami lingkungan yang dihadapi dan digunakan sebagai rujukan atau pedoman untuk bertindak (dalam bentuk kelakuan dan benda-benda kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang dihadapi.
- Bahasa: merupakan unsur pendukung identitas nasional yang lain. Bahasa dipahami sebagai sistem perlambang yang secara arbitrer dibentuk atas unsur-unsur bunyi ucapan manusia dan yang digunakan sebagai sarana berinteraksi antar manusia.
Dari unsur-unsur identitas Nasional tersebut dapat
dirumuskan pembagiannya menjadi 3 bagian sebagai berikut
1) Identitas Fundamental, yaitu
Pancasila yang merupakan Falsafah Bangsa, Dasar Negara, dan ldeologi Negara.
2) Identitas Instrumental, yang berisi
UUD 1945 dan Tata Perundangannya, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, Bendera
Negara, Lagu Kebangsaan "Indonesia Raya".
3) Identitas Alamiah yang meliputi
Negara Kepulauan (archipelago) dan pluralisme dalam suku, bahasa, budaya, serta
agama dan kepercayaan (agama).
Keterkaitan Globalisasi dengan
Identitas Nasional
Globalisasi diartikan sebagai suatu era atau zaman yang
ditandai dengan perubahan tatanan kehidupan dunia akibat kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi sehingga interaksi
manusia nienjadi sempit, serta seolah-olah dunia tanpa ruang. Era Globalisasi
dapat berpengaruh terhadap nilai-nilai budaya bangsa Indonesia. Era Globalisasi
tersebut mau tidak mau, suka tidak suka telah datang dan menggeser nilai-nilai
yang telah ada. Nilai-nilai tersebut, ada yang bersifat positif ada pula yang
bersifat negatif. Semua ini merupakan ancaman, tantangan, dan sekaligus sebagai
peluang bagi bangsa Indonesia untuk berkreasi dan berinovasi di segala aspek
kehidupan. Di era globalisasi, pergaulan antarbangsa semakin ketat. Batas antarnegara
hampir tidak ada artinya, batas wilayah tidak lagi menjadi penghalang. Di dalam
pergaulan antarbangsa yang semakin kental itu, akan terjadi proses akulturasi,
saling meniru, dan saling mempengaruhi di antara budaya masing-masing. Adapun
yang perlu dicermati dari proses akulturasi tersebut, apakah dapat melunturkan
tata nilai yang merupakan jati diri bangsa Indonesia?
Lunturnya tata nilai tersebut biasanya ditandai oleh dua
faktor, yaitu:
a. semakin menonjolnya sikap
individualistis, yaitu mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan
umum, hal ini bertentangan dengan asas gotong-royong; serta
b. semakin menonjolnya sikap
materialistis, yang berarti harkat dan martabat kemanusiaan hanya diukur dari
hasil atau keberhasilan seseorang dalam memperoleh kekayaan. Hal ini bisa
berakibat bagaimana cara memperolehnya menjadi tidak dipersoalkan lagi. Apabila
hal ini terjadi, berarti etika dan moral telah dikesampingkan.
Arus informasi yang semakin pesat mengakibatkan akses
masyarakat terhadap nilai-nilai asing yang negatif semakin besar. Apabila
proses ini tidak segera dibendung, akan berakibat lebih sering ketika pada
puncaknya masyarakat tidak bangga lagi pada bangsa dan negaranya.
Pengaruh negatif akibat proses akulturasi tersebut dapat merongrong nilai-nilai yang telah ada di dalam masyarakat. Jika semua ini tidak dapat dibendung, akan mengganggu ketahanan di segala aspek kehidupan, bahkan akan mengarah pada kredibilitas sebuah ideologi. Untuk membendung arus globalisasi yang sangat deras tersebut, harus diupayakan suatu kondisi (konsepsi) agar ketahanan nasional dapat terjaga, yaitu dengan cara membangun sebuah konsep nasionalisme kebangsaan yang mengarah kepada konsep Identitas Nasional. Dengan adanya globalisasi, intensitas hubungan masyarakat antara satu negara dengan negara yang lain menjadi semakin tinggi. Dengan demikian, kecenderungan munculnya kejahatan yang bersifat transnasional semakin sering terjadi. Kejahatan-kejahatan tersebut, antara lain terkait dengan masalah narkotika, pencucian uang (money laundring), peredaran dokumen keimigrasian palsu, dan terorisme. Masalah-masalah tersebut berpengaruh terhadap nilai-nilai budaya bangsa yang selama ini dijunjung tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan semakin merajalelanya peredaran narkotika dan psikotropika sehingga sangat merusak kepribadian dan moral bangsa, khususnya bagi generasi penerus bangsa. Jika hal tersebut tidak dapat dibendung, akan mengganggu terhadap ketahanan nasional di segala aspek kehidupan, bahkan akan menyebabkan lunturnya nilai-nilai Identitas Nasional. Identitas Nasional merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam berbagai aspek kehidupan dari ratusan suku yang "dihimpun" dalam satu kesatuan Indonesia menjadi kebudayaan nasional dengan acuan Pancasila dan roh "Bhinneka Tunggal Ika" sebagai dasar dan arah pengembangannya. Unsur-unsur pembentuk Identitas Nasional adalah Suku bangsa, Agama, Kebudayaan, dan bahasa.
Pengaruh negatif akibat proses akulturasi tersebut dapat merongrong nilai-nilai yang telah ada di dalam masyarakat. Jika semua ini tidak dapat dibendung, akan mengganggu ketahanan di segala aspek kehidupan, bahkan akan mengarah pada kredibilitas sebuah ideologi. Untuk membendung arus globalisasi yang sangat deras tersebut, harus diupayakan suatu kondisi (konsepsi) agar ketahanan nasional dapat terjaga, yaitu dengan cara membangun sebuah konsep nasionalisme kebangsaan yang mengarah kepada konsep Identitas Nasional. Dengan adanya globalisasi, intensitas hubungan masyarakat antara satu negara dengan negara yang lain menjadi semakin tinggi. Dengan demikian, kecenderungan munculnya kejahatan yang bersifat transnasional semakin sering terjadi. Kejahatan-kejahatan tersebut, antara lain terkait dengan masalah narkotika, pencucian uang (money laundring), peredaran dokumen keimigrasian palsu, dan terorisme. Masalah-masalah tersebut berpengaruh terhadap nilai-nilai budaya bangsa yang selama ini dijunjung tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan semakin merajalelanya peredaran narkotika dan psikotropika sehingga sangat merusak kepribadian dan moral bangsa, khususnya bagi generasi penerus bangsa. Jika hal tersebut tidak dapat dibendung, akan mengganggu terhadap ketahanan nasional di segala aspek kehidupan, bahkan akan menyebabkan lunturnya nilai-nilai Identitas Nasional. Identitas Nasional merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam berbagai aspek kehidupan dari ratusan suku yang "dihimpun" dalam satu kesatuan Indonesia menjadi kebudayaan nasional dengan acuan Pancasila dan roh "Bhinneka Tunggal Ika" sebagai dasar dan arah pengembangannya. Unsur-unsur pembentuk Identitas Nasional adalah Suku bangsa, Agama, Kebudayaan, dan bahasa.
B.
PENYELESAIAN MENGHADAPI MASALAH IDENTITAS
NASIONAL
Identitas dapat
diartikan sebagai ciri, tanda atau jatidiri,
sedangkan “nasional” dalam konteks ini berarti kebangsaan. Dengan
demikian, identitas nasional dapat diartikan sebagai jatidiri nasional atau
kepribadian nasional. Jatidiri nasional suatu bangsa tentu berbeda dengan
jatidiri bangsa lain. Ini disebabkan oleh perbedaan latar belakang sejarah,
kebudayaan, maupun geografi. Jatidiri nasional bangsa Indonesia terbentuk
karena rakyat Indonesia memiliki pengalaman sejarah yang sama. Pengalaman
sejarah yang sama itu dapat menumbuhkan kesadaran kebangsaan yang kemudian pada ujungnya melahirkan identitas
nasional. Lahirnya identitas nasional suatu bangsa tidak dapat dilepaskan dari
dukungan faktor objektif, yaitu faktor-faktor yang berkaitan dengan
geografis-ekologis dan demografis; dan faktor subjektif, yaitu faktor-faktor
historis, politik, sosial dan kebudayaan yang dimiliki bangsa itu. Robert de
Ventos, sebagaimana dikutip Manuel Castells mengemukaan teori tentang munculnya
identitas nasional sebagai hasil interaksi historis antara empat faktor penting,
yaitu faktor primer, faktor pendorong, faktor penarik dan faktor reaktif.
Akibat dari pada adanya
hubungan ini dapat atau tidak suatu bangsa mempertahankan kebudayaanya
tergantung pada kebudayaan asing mana yang lebih kuat maka kebudayaan asli
dapat bertahan lebih kuat. Sebaliknya apabila kebudayaan asli lebih lemah
daripada kebudayaan asing maka lenyaplah kebudayaan aslidan terjadi budaya
jajahan yang sifatnuya tiruan.
Kita tidak dapat pula mengingkari sifat
pluralistik bangsa kita sehingga perlu pula memberi tempat bagi berkembangnya
kebudayaan sukubangsa dan kebudayaan agama yang dianut oleh warganegara
Indonesia. Dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan sukubangsa dan kebudayaan
agama, bersama-sama dengan pedoman
kehidupan berbangsa dan bernegara, mewarnai perilaku dan kegiatan kita.
Berbagai kebudayaan itu berseiringan, saling melengkapi dan saling mengisi,
tidak berdiri sendiri-sendiri, bahkan mampu untuk saling menyesuaikan
(fleksibel) dalam percaturan hidup
sehari-hari.
Dalam konteks itu pula maka ratusan
suku-sukubangsa yang terdapat di Indonesia
perlu dilihat sebagai aset negara
berkat pemahaman akan lingkungan alamnya, tradisinya, serta potensi-potensi
budaya yang dimilikinya, yang keseluruhannya perlu dapat didayagunakan bagi pembangunan nasional.
Di pihak lain, setiap sukubangsa juga memiliki hambatan budayanya
masing-masing, yang berbeda antara sukubangsa yang satu dengan yang lainnya.
Maka menjadi tugas negaralah untuk
memahami, selanjutnya mengatasi hambatan-hambatan budaya masing-masing
sukubangsa, dan secara aktif memberi
dorongan dan peluang bagi munculnya potensi-potensi budaya baru sebagai
kekuatan bangsa.
Banyak wacana mengenai bangsa Indonesia mengacu kepada ciri pluralistik bangsa kita, serta mengenai
pentingnya pemahaman tentang masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang
multikultural. Intinya adalah menekankan pada pentingnya memberikan kesempatan bagi berkembangnya
masyarakat multikultural itu, yang masing-masing harus diakui haknya untuk
mengembangkan dirinya melalui kebudayaan mereka di tanah asal leluhur mereka.
Hal ini juga berarti bahwa masyarakat multikultural harus memperoleh kesempatan yang baik untuk menjaga
dan mengembangkan kearifan budaya lokal mereka ke arah kualitas dan
pendayagunaan yang lebih baik.
Kelangsungan dan berkembangnya kebudayaan
lokal perlu dijaga dan dihindarkan dari hambatan. Unsur-unsur budaya lokal yang
bermanfaat bagi diri sendiri bahkan perlu dikembangkan lebih lanjut agar dapat menjadi bagian dari kebudayaan bangsa,
memperkaya unsur-unsur kebudayaan nasional.
Meskipun demikian, sebagai kaum
profesional Indonesia, misi utama kita adalah mentransformasikan kenyataan
multikultural sebagai aset dan sumber kekuatan bangsa, menjadikannya suatu
sinergi nasional, memperkukuh gerak konvergensi, keanekaragaman.
Oleh karena itu, walaupun masyarakat
multikultural harus dihargai potensi dan
haknya untuk mengembangkan diri sebagai pendukung kebudayaannya di atas tanah
kelahiran leluhurnya, namun pada saat yang sama, mereka juga harus tetap diberi
ruang dan kesempatan untuk mampu melihat
dirinya, serta dilihat oleh masyarakat lainnya yang sama-sama merupakan
warganegara Indonesia, sebagai bagian dari bangsa Indonesia, dan tanah
leluhurnya termasuk sebagai bagian dari tanah air Indonesia. Dengan demikian,
membangun dirinya, membangun tanah leluhurnya, berarti juga membangun bangsa
dan tanah air tanpa merasakannya sebagai beban, namun karena ikatan kebersamaan
dan saling bekerjasama.
Indonesia merupakan negara yang dapat
dikatakan sebagai negara yang kaya akan budayanya, dengan memiliki keragaman
yang cukup bervariasi, dapat digunakan sebagai penambah indahnya khasanah
sebuah negara. Akan tetapi, mampukah Indonesia pada jaman sekarang tetap
mempertahankan integritas kebudayaannya. Apabila di ulang kembali berbagai
peristiwa yang terjadi, banyak kebudayaan Indonesia yang telah di caplok oleh
Negara-negara lain. Hal ini dapat membuktikan dengan jelas bahwa belum adanya
kekuatan hukum yang kuat yang dimiliki oleh bangsa Indonesia tentang
kebudayaannya. Sehingga akan menyebabkan kemudahan bagi bangsa lain untuk
mengambil dan mengakuinya.
Bukan hanya itu saja, kemajuan teknologi
informasi pada masa sekarang ini telah cepatnya merubah kebudayaan Indonesia
menjadi kian merosot. Sehingga menimbulkan berbagai opini yang tidak jelas,
yang nantinya akan melahirkan sebuah kebingungan di tengah-tengah berbagai
perubahan yang berlangsung begitu rumitnya dan membuat pusing bagi
masyarakatnya sendiri.
Dan yang lebih memprihatinkan lagi, banyak
kesenian dan bahasa Nusantara yang dianggap sebagai ekspresi dari bangsa
Indonesia akan terancam mati. Sejumlah warisan budaya yang ditinggalkan oleh
nenek moyang sendiri telah hilang entah kemana. Padahal warisan budaya tersebut
memiliki nilai tinggi dalam membantu keterpurukan bangsa Indonesia pada jaman
sekarang.
Sungguh ironis memang apabila ditelaah lebih
jauh lagi. Akan tetapi, kita tidak hanya mengeluh dan menonton saja. Sebagai
warga negara yang baik, mesti mampu menerapkan dan memberikan contoh kepada
anak cucu nantinya, agar kebudayaan yang telah diwariskan secara turun temurun
akan tetap ada dan senantiasa menjadi salah satu harta berharga milik bangsa
Indonesia yang tidak akan pernah punah.
1. Mengusung Kembali
Identitas Budaya
Setelah diamandemen, pasal 32 berubah
menjadi 2 ayat. Ayat (1) berbunyi: "Negara memajukan kebudayaan nasional
Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kekebasan masyarakat dalam
memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya."
Jika ayat (1) ini dirinci, ada 3 potongan
makna yang terkandung di dalamnya. Pertama,
"Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia….". Potongan kalimat
kedua berbunyi,"…di tengah peradaban dunia…", penegasan bahwa
kebudayaan Indonesia adalah bagian dari kebudayaan dan perdaban dunia. Potongan
kalimat ketiga, "….dengan menjamin kebebasan masyarakat untuk memelihara
dan mengembangkan nilai-nilai budayanya" merupakan cerminan
pemenuhan kehendak tentang perlunya kebebasan dalam mengembangkan nilai budaya
masing-masing suku bangsa. Ayat (2) berbunyi, "Negara menghormati dan
memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional", ini
berarti bahwa masalah bahasa (daerah) sudah dengan sendirinya merupakan salah
satu kekayaan (bagian) dari kebudayaan bangsa.
Jaminan seperti yang tertuang dalam kedua
ayat tersebut sudah semestinya menjadi kekuatan dan semangat bagi anak bangsa,
khususnya pemerintah secara institusional selaku pengambil kebijakan. Namun
demikian, untuk menyelamatkan identitas budaya bangsaa kita memerlukan lebih
dari sekadar pernyataan semata. Bangsa ini memerlukan suatu grand strategy,
strategi besar berdimensi luas dan bervisi jauh ke depan, atas seluruh hajat
hidup dan sumberdaya, termasuk manusia, budaya, bahasa dan sejarahnya.
Pemerintah semestinya melakukan
inventarisasi, kodifikasi dan selanjutnya publikasi identitas kebudayaan secara
serentak, terorganisir dan menyeluruh. Faktanya, Indonesia hingga saat ini
tidak memiliki data lengkap mengenai identitas budaya yang tersebar di setiap
daerah. Perlindungan hak cipta terhadap seni budaya juga sangat lemah,
sedangkan publikasi multimedia secara internasional mengenai produk seni budaya
masih sangat minim. Dan yang paling parah Indonesia juga menghadapi persoalan
buruknya birokrasi pendataan hak cipta. Meskipun permohonan pendaftaran hak
cipta mengenai seni budaya sudah disampaikan, misalnya, belum tentu permohonan
tersebut segera diproses dan dipublikasikan. Sejak 2002 sampai Juni 2009,
misalnya, sudah ada 24.603 permohonan pendaftaran hak cipta bidang seni yang
disampaikan ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum
dan Hak Asasi Manusia (Depkum dan HAM). Namun hingga saat ini, permohonan yang
disetujui belum dipublikasikan. Hal ini juga terkait dengan belum adanya dasar
hukum formal.
Strategi tersebut di atas dapat pula
dijabarkan dan dilengkapi dalam bentuk langkah khusus-konkrit. Strategi yang
dimaksud misalnya mendorong pemanfaatan teknologi informasi dan
perangkat-perangkatnya untuk melakukan pendaftaran dan basis data bersama
seluruh khazanah kebudayaan nasional. Itu dengan melibatkan semua pihak se-nusantara, serta membiasakan
generasi muda menggunakan berbagai fasilitas teknologi informasi untuk
keperluan yang terkait dengan pelestarian dan apresiasi kebudayaan nasional
Indonesia. Strategi lainnya dapat berupa mendorong daya kreasi pengembangan
sains dan teknologi yang ber-inspirasi dari kekayaan yang bersumber pada
berbagai aspek kebudayaan tradisional Indonesia atau warisan budaya bangsa (national
heritage) yang sangat bhinneka bagi kemajuan peradaban dunia, menanamkan
nilai-nilai budaya lokal/nasional yang positif dan konstruktif. Mengingat
bangsa Indonesia adalah bangsa yang terbuka maka strategi tersebut perlu
dilengkapi dengan upaya menyaring budaya asing yang masuk melalui aktualisasi
budaya.
Salah satu dimensi lain yang tidak bisa
diabaikan dalam upaya mengusung kembali khasanah identitas budaya bangsa adalah
dunia pendidikan. Karena ancaman globalisasi yang paling mendasar adalah
globalisasi budaya yang berdampingan dengan globalisasi ekonomi, maka strategi
yang harus diutamakan adalah strategi budaya yang berbasis penguatan
pendidikan. Sumberdaya manusia yang peka terhadap identitas budaya, serta
berdaya saing tiggi juga berwawasan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi,
dibangun melalui pendidikan.
Pendidikan, baik formal maupun non-formal
adalah bagian dari kebudayaan dan kebudayaan adalah sistem nilai yang kita
hayati. Dalam pandangan Daoed Joesoef kegiatan pendidikan adalah kegiatan
budaya. Melalui pendidikan yang sudah diperbarui ini, masyarakat dibantu untuk
tidak hanya menjadi sekadar pendukung budaya tetapi lebih-lebih berperan
sebagai pengembang budaya. Dalam hubungannya dengan meneguhkan identitas
kebudayaan, pendidikan merupakan wahana sentral dalam menerjemahkan gagasan
tersebut menjadi kenyataan perilaku yang semakin menguat dalam masyarakat,
terutama pada generasi muda.
Wacana tersebut dalam tahap implementasinya
mengharuskan pendidikan yang diterapkan bersumber dari bentuk kurikulum yang
sarat muatan atau nilai penguatan identitas budaya nasional. Ini berarti
kurikulum yang bermuatan budaya nasional akan sama antara satu daerah yang satu
dengan daerah yang lain, tetapi akan berbeda ketika menyangkut identitas budaya
lokal masing-masing. Selain membagi dan berbagi pengetahuan mengenai adat
istiadat lokal dan nasional, nilai-nilai budaya bersama juga harus disampaikan
dalam proses pendidikan yang berbasis nilai-nilai budaya lokal dan nasional.
Pengetahuan mengenai adat istiadat lokal maupun nasional dan pemahaman mengenai
nilai-nilai bersama sebagai hasil dari proses pendidikan berbasis nilai-nilai
budaya lokal dan nasional akan membentuk manusia Indonesia yang bangga terhadap
tanah airnya. Rasa kebanggaan ini akan menimbulkan rasa cinta pada tanah airnya
yang kemudian akan mengejawantah dalam perilaku melindungi, menjaga kedaulatan,
kehormatan dan segala apa yang dimiliki oleh negaranya, dalam hal ini adalah
identitas kebudayaan nasional.
2. Mengembalikan jati diri
bangsa
Mengembalikan jati diri
bangsa dan Krisis identitas nasional, salah satu
alasannya adalah hasil dari budaya manajemen yang lemah. Hal ini diperkuat oleh
apresiasi rendah pelaku budaya, seniman dan penegakan hukum masih lemah.
Masalah demokratisasi, liberalisasi, HAM, tekanan ekonomi, dan mudah dihapus
artefak dan sumber-sumber budaya lain dokumen, juga mempengaruhi krisis
identitas nasional .. Masalah dalam mempertahankan budaya nasional harus
mempertimbangkan pemerintah, kemudian Mengembalikan jati diri dan identitas yang dikenal sebagai
keragaman seni dan budaya di negara ini. Permaslahan ini, pemerintah harus
membuat peraturan untuk mendukung pemberdayaan budaya lokal dan penghargaan
bagi pelaku seni dan budaya. Diharapkan pemerintah sebelum melakukan berbagai
program budaya dari berbagai pembangunan, seperti program-program utama, yakni
pelaksanaan dialog terbuka, pengembangan pendidikan multikultural, perawatan
dan pembangunan tempat-tempat umum, peningkatan penegakan hukum dan penciptaan
cara yang berbeda ikatan kebangsaan mengembalikan jati diri bangsa
Program-program pembangunan dalam
nilai-nilai budaya akan memulihkan dan membangun identitas nasional kebudayaan
nasional. Ini diikuti dengan upaya untuk memperkuat kegiatan program ketahanan
budaya nasional, memfasilitasi proses dan adaptasi budaya asing yang positif
dan produktif dan bimbingan moral. Demikian juga, program pengembangan dan
pelestarian kekayaan budaya nasional, antara lain, metode kuno melestarikan
perbaikan, menulis, pengembangan sistem informasi dan data base bidang
kebudayaan. Semuanya dibuat untuk banyak budaya di negara ini dikenal dan
dipelihara, karena rakyat Indonesia untuk tidak ‘ketinggalan’ pengakuan aset
budaya negara-negara lain. Cara untuk mengembalikan jati diri bangsa
harus benar oleh pemerintah disadri program-program ini.
Apa yang dilakukan pemerintah, peningkatan
sumber daya manusia, peningkatan kapasitas kelembagaan dan sistem data untuk
pemerintahan yang baik bagi kehidupan budaya, meningkatkan peran masyarakat
dalam pengelolaan budaya dan lainnya -organisasi pemerintah dalam mengelola
kekayaan budaya, dan pelestarian sejarah tersedia di negara ini.
Dengan mengidentifikasi dan pemeliharaan kebudayaan dan kebijaksanaan, maka negara ini dapt mewujudkan cita-cita mulia negeri, dan juga untuk mengembalikan identitas nasional dan identitas nasional
Dengan mengidentifikasi dan pemeliharaan kebudayaan dan kebijaksanaan, maka negara ini dapt mewujudkan cita-cita mulia negeri, dan juga untuk mengembalikan identitas nasional dan identitas nasional
kurang sumber dan footnote
BalasHapus